Tumbuhan dan Hutan Hampir Tak Menyerap Karbon Dioksida Tahun Lalu, Pertanda Apa?
Laut dan hutan di permukaan Bumi membantu menyerap sekitar setengah dari emisi yang dihasilkan manusia. Tumbuhan seperti fitoplankton (tumbuhan mikroskopis air) dan pepohonan secara alami mengisap karbon dioksida dari atmosfer melalui proses yang disebut fotosintesis.
Namun, seiring memanasnya Bumi, para ilmuwan semakin khawatir proses penting untuk keberlangsungan kehidupan ini dapat terganggu.
Hutan tidak menyerap karbon dioksida pada 2023 Diberitakan The Guardian, Senin (14/10/2024), berdasarkan data awal dari tim peneliti internasional, jumlah karbon yang diserap menurun pada 2023, tahun terpanas yang pernah tercatat.
Pendukung Kripto ”Aktor Baru” Kemenangan Trump Artikel Kompas.id Hasil akhir studi pun menunjukkan, hutan, tumbuhan, dan tanah hampir tidak menyerap karbon dioksida pada tahun lalu. Dengan kata lain, pada 2023, beberapa tempat penyerapan karbon alami di Bumi tampaknya berhenti berfungsi.
Bukan hanya di darat, kondisi serupa juga dilaporkan terlihat di lautan. Studi pada 2023 menemukan, gletser Greenland dan lapisan es Arktik mencair lebih cepat, yang dapat menghambat kemampuan laut untuk menangkap dan menggunakan karbon.
Bagi zooplankton (binatang mikroskopis laut) pemakan fitoplankton atau alga, mencairnya es laut membuat mereka terpapar lebih banyak sinar Matahari. Menurut para ilmuwan, hal tersebut dapat membuat makhluk laut ini berada di kedalaman lebih lama, yang pada akhirnya menyebabkan daur karbon tidak maksimal.
Aktivitas manusia memicu penyerap karbon berhenti berfungsi Lihat Foto Ilustrasi hutan yang lenyap akibat penebangan(pixabay.com) Di sisi lain, dikutip dari Futurism, Selasa (15/10/2024), beberapa aktivitas manusia terus menghasilkan karbon dioksida yang mencemari atmosfer.
Ketergantungan manusia yang masih sangat besar pada bahan bakar fosil dan industri memberikan tekanan besar bagi penyerap karbon alami untuk membersihkannya.
Belum lagi, kegiatan menebang hutan, kian mengurangi jumlah pohon sebagai penyerap karbon dioksida alami di atmosfer. Seiring meningkatnya emisi manusia, jumlah karbon dioksida yang diserap oleh alam juga meningkat.
Namun, keseimbangan ini mulai bergeser, salah satunya didorong oleh meningkatnya suhu panas. Normalnya, saat fotosintesis di siang hari, tanaman akan membutuhkan karbon dioksida, kemudian mengeluarkan oksigen sebagai produknya.
Karbon dioksida tidak dilepaskan selama fotosintesis. Akan tetapi, sejumlah kecil gas ini dikeluarkan baik siang maupun malam hari sebagai produk respirasi seluler atau pernapasan. Pemanasan global, penggundulan hutan, dan cuaca tidak menentu mengacaukan keseimbangan fotosintesis dan pernapasan.
Alih-alih menyerap karbon untuk fotosintesis, tanaman justru mengeluarkan karbon lebih banyak ke atmosfer. Meski Bumi menunjukkan ketahanan dan kemampuan beradaptasi yang luar biasa dari waktu ke waktu, penelitian terbaru dapat membuka titik kritis yang perlu dihadapi manusia.
"Kita terbuai dalam zona nyaman, kita tidak dapat benar-benar melihat krisis," kata Direktur Potsdam Institute for Climate Impact Research, Johan Rockstrom. Bahkan, kini, hanya satu hutan hujan tropis utama, yakni Cekungan Kongo, yang dilaporkan tetap menyerap lebih banyak karbon daripada yang dilepaskan ke atmosfer.
Penyerap karbon alami akan berkurang di masa depan Kabar buruknya, penyerap karbon alami seperti pohon-pohon di darat maupun fitoplankton di laut tergolong rumit dan sangat sulit diukur. Model atau pola secara keseluruhan menunjukkan, baik penyerap karbon di darat maupun lautan akan berkurang di masa depan sebagai akibat dari perubahan iklim.
"Tetapi ada pertanyaan, seberapa cepat itu akan terjadi," ujar Kepala kelompok sains kelautan dan atmosfer di Exeter University, Inggris, Andrew Watson.
Watson menambahkan, sebagian besar model cenderung menunjukkan kondisi ini berlangsung agak lambat selama 100 tahun ke depan atau lebih. Namun, sebagian besar model tersebut tidak memasukkan faktor-faktor yang tampaknya penting, seperti kebakaran hutan dan penggundulan hutan yang semakin parah.
Terlepas dari hal tersebut, temuan ini menggambarkan keruntuhan alam sebagai tanda yang menakutkan dari pemanasan global. Terlebih, masalah tentang merosotnya penyerapan karbon dioksida juga tidak pernah benar-benar dipikirkan dengan baik di bidang politik dan pemerintahan. "Apa yang terjadi jika penyerap karbon alami, yang sebelumnya mereka andalkan, berhenti berfungsi karena iklim berubah?” kata Watson.
Sumber :
https://www.kompas.com/tren/read/2024/10/24/050000965/tumbuhan-dan-hutan-hampir-tak-menyerap-karbon-dioksida-tahun-lalu-pertanda?page=all.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar