Kamis, 18 November 2021

Dekarbonisasi di dalam Energy Value Chain

Perubahan iklim atau Climate change menjadi sebuah tantangan besar di abad ke-21. Dibutuhkan Tindakan serta komitmen yang tegas untuk men-dekarbonisasi seluruh rantai pasok di semua industri. Apabila terlambat di dalam penanganannya risikonya akan sangat merugikan dan dapat mengganggu perekonomian global.

Paris Agreement telah menjadi dasar bagi sebagian besar tindakan  kita terhadap perubahan iklim hingga saat ini, yang juga merupakan bagian dari Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim. Diadopsi oleh hampir 200 negara pada tahun 2015 dan berlaku sejak November 2016, "Tujuan Paris" adalah membatasi pemanasan global hingga jauh di bawah 2°C dengan suhu ideal 1,5°C dibandingkan dengan suhu pada masa pra-industri. Namun terlepas dari banyaknya inisiatif di negara-negara di seluruh dunia – ada yang sangat ambisius, dan ada pula yang tidak antusias – suhu global saat ini sedang bergerak menuju 3°C. Dengan kenaikan suhu setinggi ini, bukan hanya mengakibatkan cuaca yang ekstrem serta risiko kelelahan akibat panas bagi individu, namun juga keanekaragaman hayati yang sedikit demi sedikit mulai punah, kenaikan permukaan air laut yang berpotensi menimbulkan bencana dan, bagi perekonomian global  penurunan tahunan PDB hingga 12 persen.


Tekanan bagi Perusahaan di Sektor Energi

Value Chain di sektor energi adalah salah satu penyebab terbesar yang menghasilkan gas rumah kaca (Greenhouse gas). Kegiatan utama dalam industri yang menghasilkan emisi adalah pembangkit listrik berbahan bakar fosil (0.4 – 0.9 t CO2eq/MWh), ekstraksi gas (0.1 – 0.2 t CO2eq per ton), pencairan gas (0.3 t CO2eq per ton) berikut dengan transportasinya. Sadar akan diperlukannya tindakan, para pembuat kebijakan di seluruh dunia menuntut agar industri dan para pemakai untuk mengurangi tingkat emisi mereka. Banyak negara telah menerapkan mekanisme yang berbeda-beda untuk mencapai tujuan ini, mulai dari sistem penetapan harga dan insentif karbon hingga standar yang harus dipatuhi oleh industri pembangkit tenaga listrik serta mengubah perilaku konsumen untuk beralih ke pemasok yang lebih ramah lingkungan. Untungnya, sektor produksi dan pasokan energi sudah memiliki sejumlah solusi dengan bertransformasi menggunakan energi terbarukan.


Ragam pendekatan dan teknologi yang tersedia untuk memitigasi emisi karbon di dalam sector energi.

Sumber: Roland Berger

Mengidentifikasi solusi

Tantangan baru terbentang di depan para pemangku kepentingan di industri energi, baik itu perusahaan minyak dan gas, utilitas, investor, atau penyedia energi. Pemain di sepanjang value chain energi harus berusaha menghindari risiko, atau setidaknya menjaganya seminimal mungkin. Pada saat yang bersamaan, dekarbonisasi menawarkan banyak peluang yang disarankan untuk dikembangkan dan dimanfaatkan secara maksimal oleh para pemangku kepentingan.

Selasa, 16 November 2021

Terminal Tipe A, B & C di Jawa Timur

Di Surabaya setidaknya ada 4 terminal yaitu Terminal Bungurasuh, Terminal Joyoboyo, Bratang, Kedungcowek dan Terminal Osowilangun. Jika kita lihat masing-masing terminal tersebut ada yang ramai namun juga ada yang kurang ramai. Ternyata pengelolaannya tidak semuanya diatur oleh Pemerintah Kota setempat, namun diatur bedasarkan tipe dari terminal-terminal tersebut. 

https://id.wikipedia.org/wiki/Terminal_Joyoboyo

Misalnya Terminal Joyoboyo merupakan Terminal dengan Tipe B yang artinya kewenangan pengelolaan ada pada Pemerintah Provinsi. Di Surabaya selain Terminal Joyoboyo, terminal tipe B lainnya di Surabaya adalah Bratang dan Kedungcowek. Sedangkan Terminal Osowilangun juga Terminal B dimana sebelumnya merupakan tipe A.

Dalam UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah telah diatur kewenangan pengelolaan terminal, yaitu Terminal tipe A dikelola oleh pemerintah pusat, Terminal tipe B dikelola Pemprov, sedangkan tipe C dikelola Kabupaten/kota. 

Merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 79 Tahun 2018, terdapat penetapan kode terminal untuk mengklasifikasikan tipenya. Terdapat 3 tipe terminal bus yang ditetapkan menurut aturan tersebut, yakni terminal tipe A, B, dan C.

Klasifikasi tipe terminal bus dilakukan guna mewujudkan pengelolaan kendaraan angkutan penumpang yang tertib, mendukung pelaksanaan penjualan tiket angkutan umum, serta memudahkan integrasi data transportasi darat.

Sedangkan untuk fungsi pelayanan dari masing-masing terminal tersebut diatur dalam PP RI No.43 tahun 1993 yaitu:

  • Terminal penumpang Tipe A, yaitu yang berfungsi melayani kendaraan penumpang umum untuk angkutan antar kota antar propinsi (AKAP), dan angkutan lintas batas antar negara, angkutan antar kota dalam propinasi (AKDP), angkutan kota (AK) serta angkutan pedesaan (ADES).
  • Terminal penumpang Tipe B, yaitu yang berfungsi melayani kendaraan penumpang umum untuk angkutan antar kota dalam propinasi (AKDP), angkutan kota (AK) serta angkutan pedesaan (ADES).
  • Terminal penumpang Tipe C, yaitu yang berfungsi melayani kendaraan penumpang umum  untuk angkutan pedesaan (ADES).

Dan dalam Peraturan Menteri Perhubungan (permenhub) 135 pasal 8 (3), bahwa terminal B merupakan terminal yang peran utamanya melayani kendaraan umum angkutan antar kota dalam provinsi.

Total dari dari 34 Terminal tipe B di Jatim 26 terminal diantaranya adalah:

  1. Terminal Padangan (Bojonegoro)
  2. Terminal Temayang (Bojonegoro)
  3. Terminal Betek (Bojonegoro)
  4. Terminal Lamongan (Lamongan)
  5. Terminal Bunder (Gresik),
  6. Termibal Larangan (Sidoarjo)
  7. Terminal Kertajaya (Mojokerto),
  8. Terminal Anjuk Ladang (Nganjuk)
  9. Terminal Caruban (Madiun)
  10. Terminal Maospati (Magetan)
  11. Terminal Magetan (Magetan)
  12. Terminal Ngadirajo (Pacitan)
  13. Terminal Kesamben (Blitar),
  14. Terminal Batu (Kota Batu),
  15. Terminal Hamid Rusdi (Kota Malang)
  16. Terminal Landungsari (kota Malang)
  17. Terminal Untung Suropati (Pasuruan)
  18. Terminal Minak Koncar (Lumajang)
  19. Terminal Ambulu (Jember)
  20. Terminal Arjasa (Jember)
  21. Terminal Bondowoso (Bondowoso)
  22. Terminal Situbondo (Situbondo)
  23. Terminal Brawijaya (Banyuwangi)
  24. Terminal Trunojoya (Sampang)
  25. Terminal Bangkalan (Bangkalan)
  26. Terminal Ronggo Sukowati (Pamekasan).

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat nomor SK.5520/AJ.104/DRJD/2018 tentang Penetapan Kode Terminal Penumpang Tipe A, di Jawa Timur yaitu sebagai berikut

  1. Terminal Arjosari (Malang)
  2. Terminal Arya Wiraraja (Sumenep)
  3. Terminal Bangkalan 
  4. Terminal Banyuangga (Probolinggo)
  5. Terminal Gayatri (Tulungagung)
  6. Terminal Kertonegoro (Ngawi)
  7. Terminal Pacitan
  8. Terminal Patria (Blitar)
  9. Terminal Purboyo (Madiun)
  10. Terminal Selo Aji (Ponorogo)
  11. Terminal Tamanan (Kediri)
  12. Terminal Tawangalun (Jember)
  13. Terminal Surodakan (Trenggalek)
  14. Terminal Rajekwesi (Bojonegoro)
  15. Terminal Pasuruan
  16. Terminal Kambang Putih (Tuban)
  17. Terminal Sri Tanjung (Banyuwangi)
  18. Terminal Osowilangun (Surabaya)
  19. Terminal Purabaya (Sidoarjo)

Contoh Terminal Tipe C adalah Terminal Pare, dimana berdasarkan SK yang dikeluarkan per tanggal 28 Januari merupakan tipe C, sehingga baik aset dan pengelolaan Terminal Pare menjadi hak Pemkab Kediri.

Contoh lainnya Terminal Tipe C adalah terminal yang berada di utara Terminal Patria untuk mobil penumpang umum (MPU). Terminal tipe C itu cukup untuk menampung mobil penumpang umum (MPU) yang beroperasi di Kota Blitar yang berjumlah sekitar 20 unit.

Pembagian tipe terminal beserta tanggung jawabnya ini sangatlah penting. Karena jika kita sering melakukan perjalanan, acap kali kita jumpai terminal yang mangkrak. Jika terminal tersebut dikelola dengan baik dan benar, maka tidak ayal tidak hanya dapat memperlancar arus orang namun juga dapat memperlancar arus logistik seperti perpindahan barang yang dapat meningkatkan perekonomian suatu daerah.


Sumber :

https://siter.dishub.jatimprov.go.id/

https://www.harianbhirawa.co.id/pemkot-surabaya-diduga-turunkan-tipe-terminal/

https://dishub.acehprov.go.id/informasi/taukah-kamu-perbedaan-terminal-tipe-a-tipe-b-dan-tipe-c/

https://radarkediri.jawapos.com/politik/26/06/2018/terminal-pare-tipe-c-bupati-sudah-teken-sk

https://otomotif.kompas.com/read/2021/09/18/110200915/kenali-perbedaan-status-terminal-bus-tipe-a-b-dan-c?page=all.

https://jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepEI/2018/20._Penetapan_Kode_Terminal_Penumpang_Tipe_A_.pdf

https://jatim.tribunnews.com/2019/01/10/pemkot-blitar-kelola-kembali-terminal-tipe-c-yang-sempat-diambil-alih-pusat.

https://surabaya.tribunnews.com/2019/12/25/rencana-dprd-jatim-tentang-status-terminal-joyoboyo-ini-tanggapan-pemkot-surabaya

https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4948311/26-terminal-tipe-b-se-jatim-disemprot-disinfektan-antisipasi-corona.

Kamis, 11 November 2021

Memahami Gas-Gas yang Menimbulkan Efek Rumah Kaca

Efek rumah kaca (greenhouse effect) adalah penggerak utama perubahan iklim yang  telah terjadi di bumi. Dan penyebab utama terbesar adalah beberapa gas di atmosfer bumi yang menjebak panas matahari. Semakin banyak gas rumah kaca terkonsentrasi di atmosfer, akan semakin banyak panas yang terkunci di dalam molekul. 


Sumber : scitechdaily.com

Sejak tahun 1824 para ilmuwan telah mengetahui mengenai efek rumah kaca. Mereka telah menghitung bahwa Bumi akan jauh lebih dingin jika tidak memiliki atmosfer. Efek rumah kaca alami inilah yang membuat iklim bumi tetap layak huni. Tanpanya, rata-rata temperatur di permukaan bumi akan menjadi 33 derajat celcius lebih dingin. 

Banyak dari gas rumah kaca ini terjadi secara alami. Namun aktivitas manusia sejak revolusi industri telah meningkatkan konsentrasinya di atmosfer. Berikut gas-gas yang menyebabkan pemanasan global. 

  • Carbon dioxide (CO2) 
  • Methane 
  • Nitrous oxide 
  • Fluorinated gases 

Karbon dioxide (CO2) yang dihasilkan oleh aktivitas manusia merupakan penyumbang terbesar pemanasan global. Pada tahun 2020, konsentrasinya di atmosfer telah meningkat menjadi 48% di atas tingkat konsentrasi di jaman pra-industri (sebelum tahun 1750). CO2 adalah gas rumah kaca berumur panjang yang paling signifikan di atmosfer bumi. CO2 juga menyebabkan pengasaman laut karena CO2 larut di dalam air dan membentuk asam karbonat.

Metana adalah gas rumah kaca yang lebih kuat daripada CO2, namun memiliki umur hidup yang lebih pendek di atmosfer. Konsentrasi metana di atmosfer bumi telah meningkat sekitar 150% sejak tahun 1750, dan menyumbang 20% dari total radiasi gas rumah kaca. 

Nitrous oxide, seperti CO2, adalah gas rumah kaca berumur panjang yang terakumulasi di atmosfer selama beberapa dekade hingga berabad-abad. Konsentrasi oksida nitrat di atmosfer mencapai 333 bagian per miliar (ppb) pada tahun 2020, meningkat dengan laju sekitar 1 ppb per tahun. Berdasarkan perhitungan global, sumber dan penyerapan N2O selama dekade yang berakhir 2016 menunjukkan bahwa sekitar 40% dari rata-rata 17 TgN/tahun (Tera-gram Nitrogen per tahun) emisi berasal dari aktivitas manusia, dan menunjukkan bahwa pertumbuhan emisi terutama berasal dari perluasan area pertanian serta industri di negara berkembang. 

Fluorinated gases adalah gas buatan manusia yang dapat bertahan di atmosfer selama berabad-abad dan berkontribusi pada efek rumah kaca global. Terdiri dari hidrofluorokarbon (HFC) - digunakan dalam banyak aplikasi termasuk pendinginan komersial, pendinginan industri, sistem pendingin udara, peralatan pompa panas, dan sebagai agen peniup untuk busa, pemadam kebakaran, propelan aerosol, dan pelarut; Perfluorocarbons (PFCs) - senyawa yang terdiri dari fluor dan karbon, banyak digunakan dalam industri elektronik, kosmetik, dan farmasi, serta dalam proses pendinginan bila dikombinasikan dengan gas lainnya. PFC biasanya digunakan sebagai alat pemadam kebakaran di masa lalu dan masih ditemukan di sistem proteksi kebakaran yang lebih tua. Mereka juga merupakan produk sampingan dari proses peleburan aluminium; Sulfur heksafluorida (SF6) digunakan terutama sebagai gas insulasi dan sering ditemukan pada switchgear tegangan tinggi dan digunakan dalam produksi magnesium. 

Berikut adalah beberapa penyebab dari meningkatnya emisi gas rumah kaca. 

  1. Pembakaran batu bara, minyak, dan gas menghasilkan karbon dioksida dan dinitrogen oksida yang dilepas ke atmosfer. 
  2. Penebangan hutan (deforestasi). Pohon membantu mengatur iklim dengan menyerap CO2 dari atmosfer. Ketika ditebang, manfaatnya dalam menyerap CO2 hilang dan karbon yang tersimpan di dalam pohon akan dilepaskan ke atmosfer, dan menambah efek rumah kaca. 
  3. Meningkatkan peternakan. Sapi dan domba menghasilkan metana dalam jumlah besar ketika mereka mencerna makanan mereka. 
  4. Pupuk yang mengandung nitrogen menghasilkan emisi oksida nitrat. 
  5. Gas fluorinated dipancarkan dari peralatan dan produk yang menggunakannya. Emisi tersebut memiliki efek pemanasan yang sangat kuat, hingga 23.000 kali lebih besar dari CO2.

Erwin K. Awan (12.11.2021)
SGN Consulting

Minggu, 07 November 2021

COP26


COP26
Glasgow, Skotlandia,  31 Oktober - 12  November

COP (Conference of the Parties) merupakan acara tahunan KTT iklim global yang diselenggarakan oleh PBB, dan di tahun 2021 ini merupakan COP ke-26.
-
Soeket Ganesha Nusantara
SGN Consulting


Hari Wayang Nasional


“Wayang Indonesia Tangguh Tumbuh Menuju Era Super Smart Society.” Selamat Hari Wayang Nasional - 07.11.2021
-
Soeket Ganesha Nusantara
SGN Consulting


Jumat, 05 November 2021

COP26 – Bersatunya Dunia Mengatasi Perubahan Iklim

Pandemi COVID-19 telah menimbulkan bencana bagi jutaan orang di seluruh dunia serta mengacaukan ekonomi global. Pemerintahan di seluruh dunia telah mengambil langkah untuk melindungi kehidupan serta mata pencaharian bagi setiap orang. Namun perubahan iklim masih terus berlanjut, dan pada akhirnya dapat mengancam kehidupan di muka bumi.

Ketika banyak negara mulai pulih dari pandemi COVID-19, di saat yang bersamaan kita juga harus mengatasi perubahan iklim, membangun kembali ekonomi yang lebih hijau serta menjaga suhu planet tetap terkendali, membatasi kenaikannya hingga 1,5 derajat. Sains menyatakan bahwa di paruh kedua abad ini, kita harus memproduksi lebih sedikit karbon. Inilah yang dimaksud dengan 'net zero'.

Perjalanan sudah dimulai. Meskipun dalam masa pandemi, arah perjalanan telah berganti. Sekitar 70% dari ekonomi dunia sekarang tercakup oleh target nol bersih (net-zero). Dunia sedang bergerak menuju masa depan rendah karbon. Energi yang bersih dan ramah lingkungan, seperti angin dan matahari, sekarang menjadi sumber listrik paling murah di sebagian besar negara-negara; membuat banyak pembuat mobil dunia beralih untuk hanya membuat model listrik dan hibrida; negara-negara di seluruh dunia memulai pekerjaan penting untuk melindungi dan memulihkan alam. Kota-kota dan negara-negara di seluruh dunia juga berkomitmen untuk mengurangi emisi hingga nol.

Sayangnya mengurangi emisi saja tidaklah cukup. Bagi banyak negara, gambarannya jauh lebih suram. Terutama bagi negara-negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, yang telah melihat rumah mereka menghilang di bawah air dan tanaman mereka hancur karena kekeringan. Di tahun 2009, negara-negara maju telah berjanji akan berupaya mengumpulkan $100 miliar setiap tahun pada tahun 2020 untuk membantu negara-negara ini mengatasi perubahan iklim. Dan para negara pendonor harus menunjukkan bahwa target akan tercapai dan bahkan dilampaui.

Tidak ada cara yang memadahi untuk mencapai emisi nol bersih tanpa melibatkan perlindungan dan pemulihan alam dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Jika kita serius dalam mencegah kenaikan suhu hingga 1,5 derajat dan beradaptasi dengan dampak perubahan iklim, kita harus mengubah cara kita melindungi tanah dan laut kita dan bagaimana cara kita menanam makanan kita. Hal ini sangat penting jika kita ingin melindungi dan memulihkan keanekaragaman hayati dunia, tempat semua kehidupan bergantung.

Semoga dalam even COP26 tahun ini di Glasgow, UK, akan dihasilkan tindakan dalam melindungi dan memulihkan hutan dan ekosistem kritis, serta menjadi penggerak dalam transisi menuju pertanian yang berkelanjutan, tangguh, dan positif terhadap alam.


SGN Consulting

Erwin K. Awan (05.11.2021)

Selasa, 02 November 2021

Biaya Logistik dan Jumlah Pelabuhan

Berdasarkan data The United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) pada 2015, lebih dari 80% total perdagangan dilakukan dengan transportasi laut. Sedangkan berdasarkan data Kementerian Keuangan tahun 2019 tercatat biaya logistik di Indonesia tergolong mahal yaitu mencapai 23,5% dari produk domestik bruto (PDB). Dari persentase tersebut terdapat rincian yaitu 8,9% biaya inventori, 8,5% transportasi darat, 2,8% laut, 2,7% administrasi, dan 0,8% biaya lainnya.

Angka tersebut lebih tinggi daripada negara lain misalnya Singapura (8%), Amerika Serikat (8%), Uni Eropa (9%), Jepang (9%), Korea Selatan (9%), India (13%), Malaysia (13%), dan China (15%).

Untuk itu diperlukan semua pihak untuk mengatasi hal tersebut agar iklim ekonomi di Indonesia lebih kompetitif. Misalnya regulasi pemerintah, efisiensi value chain darat dan maritim, operasi dan infrastruktur pelabuhan, dan supply-demand.

Salah satu strategi untuk menekan biaya logistik pelabuhan adalah dengan cara memperpendek port stay atau waktu berlabuhnya kapal di pelabuhan, karena semakin lama kapal parkir di pelabuhan, semakin mahal juga ongkos yang dikeluarkan.

Problem lainnya adalah kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan sehingga membutuhkan transportasi antar provinsi dan pulau.

Berdasarkan data data World Bank (2019), rasio perdagangan negara di ASEAN misalnya Filipina (76.1%), Brunei Darusalam (93.9%), Thailand (123.3%), Malaysia (132.3%), Vietnam (187.5%), dan Singapura (326.2%). Sedangkan di Indonesia hanya 43% terhadap PDB. Padahal Indonesia adalah negara maritim dan kepulauan yang mempunyai luas namun memiliki rasio perdagangan terhadap PDB yang relatif kecil.

Maka pengembangan pelabuhan menjadi salah satu kunci utama. Dengan pelabuhan-pelabuhan tersebut diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi untuk mempercepat pertumbuhan sentra-sentra ekonomi regional dan dan juga memberikan kecepatan pelayanan di bidang logistik, membuat produk-produk ekspor kita semakin efisien dan semakin kompetitif.

Saat ini, kegiatan pelabuhan sudah menumpuk di Jawa dan Sumatera, sehingga konsentrasi hanya terpusat di kawasan itu-itu saja, yang nyatanya sekarang memiliki kapasitas dan kemampuan yang terbatas/tidak memadai dalam hal penanganan barang di pelabuhan, di lain sisi jumlah kapal yang beroperasi terus bertambah.

Seharusnya pembangunan pelabuhan tidak hanya bertumpuk di kawasan Jawa dan Sumatera saja, seharusnya difokuskan ke kawasan timur Indonesia, atau mengoptimalkan semua pelabuhan-pelabuhan yang strategis. 

Berdasarkan data dari BPS, jumlah pelabuhan di Indonesia sudah berangsur-angsur bertambah, yaitu sebagai berikut :

  • 2010 : 173
  • 2011 : 183
  • 2012 : 217
  • 2013 : 226
  • 2014 : 243
  • 2015 : 276
  • 2016 : 278

Dengan 5 pelabuhan tersibuk berdasarkan data tahun 2018, yaitu:
  1. Merak - Bakauheni (Menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera) dengan jumlah 17.824.392
  2. Ketapang - Gilimanuk (Menghubungkan Pulau Jawa dan Bali) dengan jumlah 14.557.717
  3. Ujung - Kamal (Menghubungkan Pulau Jawa dan Madura) dengan jumlah 4.457.371
  4. Kota - Siantan (Melintasi Sungai Kapuas) dengan jumlah 4.350.959
  5. Sei Selari - Bengkalis (Menghubungkan Sumatera dan Bengkalis) dengan jumlah 2.921.787

Salah satau upaya pemerintah tersebut adalah dengan membangun pelabuhan yang terintegrasi dengan industri perikanan dan menjadi pusat konsolidasi kargo di kawasan Indonesia timur, yaitu proyek pembangunan Pelabuhan Ambon New Port yang terletak di pusat kota Ambon.

Pelabuhan Ambon New Port bertujuan untuk mengoptimalisasi potensi ikan di Maluku dan Papua. Posisi Ambon New Port sangat strategis karena memiliki akses menuju Taiwan, Tiongkok, dan Australia sekaligus. 


Sumber :

https://www.bps.go.id/indikator/indikator/list_/sdgs_9/

https://www.idxchannel.com/economics/biaya-logistik-mahal-ternyata-ini-penyebabnya

https://analisis.kontan.co.id/news/pengembangan-pelabuhan-biaya-logistik

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200922101706-4-188463/ambisi-besar-jokowi-kebut-pembangunan-pelabuhan-di-indonesia

https://www.ali.web.id/web2/publication_detail.php?id=528

https://id.wikipedia.org/wiki/Pelabuhan_penyeberangan

https://www.indonesia.go.id/kategori/editorial/2832/pelabuhan-baru-terintegrasi-di-indonesia-timur

Jika Bumi Mengalami Kelebihan Oksigen

Jika bumi mengalami kelebihan oksigen (misalnya, kadar oksigen di atmosfer meningkat signifikan dari tingkat saat ini sekitar 21%), beberap...